Keragaman budaya Indonesia yang kaya semakin diperkuat oleh Warisan Budaya Kerajaan Islam. Keberagaman budaya ini masuk pada saat berkembangnya Islam di Indonesia melalui kerajaan-kerajaan Islam. Ada 7 warisan budaya dari kerajaan-kerajaan tersebut yang masih ada hingga saat ini dan dapat dinikmati. Peninggalan ini memainkan peran penting dalam menggambarkan peradaban Islam di tanah air dan membuktikan kuatnya kehadiran kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Website Direktorat SMP Kemendikbud memberikan informasi berikut tentang warisan budaya dari kerajaan Islam yang masih ada di Indonesia hingga saat ini.
Senjata Rencong, Salah Satu Warisan Budaya Kerajaan Islam
Rencong, senjata tradisional Aceh, memiliki arti simbolis sejak abad ke-16. Pada zaman Kerajaan Aceh Darussalam, Rencong ada dimana-mana, sering menghiasi pinggang warga Aceh sebagai tanda keperkasaan dan kekuasaan. Signifikansi sosial Rencong terlihat jelas dalam berbagai tingkat pengerjaannya, dengan gading dan emas sarung dan belati disediakan untuk raja dan ratu, dan tanduk kerbau, kayu, kuningan, atau besi putih dibuat untuk rakyat jelata.
Aceh memiliki lima jenis rencong yang berbeda: Rencong Meucugek, Rencong Pudoi, Rencong Hulu Puntong, Rencong Meukure, dan Rencong Meupucok.
Warisan Seni Budaya Alat Musik, Kulintang Pring
Kulintang pring adalah budaya musik tradisional yang berasal dari Lampung. Asal-usulnya dapat ditelusuri kembali ke Kerajaan Sekala Brak di wilayah Belalau Lampung Barat. Meskipun awalnya eksklusif di daerah ini, Kulintang pring kini dapat ditemukan di kabupaten lain seperti Way Kanan, Lampung Tengah, dan Lampung Timur.
Satu set pring Kulintang terdiri dari tujuh bilah bambu yang disusun berdasarkan ukuran, mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil.
Setiap bilah bambu menghasilkan suara yang unik, dengan bentuk yang lebih panjang memancarkan nada yang lebih dalam dan tabung yang lebih pendek menghasilkan nada yang lebih tinggi. Cara memainkannya, setiap bilah bambu dipukul, seperti halnya memainkan alat musik gamelan.
Upacara Sekaten : Wawasan Warisan Budaya Kerajaan Islam
Menurut informasi yang didapat dari Kesultanan Yogyakarta, Sekaten adalah praktik lama yang berasal dari era Kerajaan Demak, monarki Islam paling awal di Jawa. Upacara ini dilaksanakan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad.
Ada banyak teori mengenai asal usul istilah Sekaten. Salah satu sudut pandang menunjukkan bahwa itu berasal dari set gamelan bernama sepati, yang berasal dari periode Majapahit.
Pendapat lain berpendapat bahwa istilah Sekaten memiliki akar bahasa Arab, khususnya dari frasa ‘syahadatain’, yang berarti pernyataan keimanan bagi seseorang yang telah masuk Islam.
Saat ini, upacara Sekaten terus dilaksanakan di empat keraton: Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Kesultanan Kasepuhan, dan Kanoman Cirebon.
Tutup Kepala Tangkulok
Kesultanan Aceh diyakini telah melahirkan Tangkulok, hiasan kepala berbentuk lidah yang dikenakan oleh pemain Seudati. Inspirasi di balik hiasan kepala ini adalah ekor burung balam yang anggun.
Ekor burung Balam terkenal karena penampilannya yang mencolok, yang memberikan kesan kekuatan dan kebijaksanaan bagi siapa pun yang memakainya. Sementara itu, Tangkulok adalah tutup kepala unik yang dibuat dari selembar kain yang dilipat, tanpa sambungan atau sambungan yang terlihat.
Secara historis, tekstil tangkulok dibuat dengan tangan, tanpa menggunakan pola. Ujungnya diamankan dengan jahitan tangan sederhana. Menariknya, ketiadaan teknik pemotongan gunting pada tekstil tangkulok menonjolkan keunikannya.
Mirip dengan pertunjukan Seudati, Tangkulok juga mengandung filosofi pemersatu.
Tari Serimpi merupakan ekspresi seni budaya
Tari Serimpi berasal dari Kerajaan Mataram Islam, berkembang pada masa pemerintahan Sultan Agung. Itu awalnya diklasifikasikan sebagai tarian suci, disediakan untuk pengaturan istana dan digunakan hanya untuk upacara kenegaraan dan perayaan penobatan.
Seiring berjalannya waktu, tarian adat ini dibuka untuk umum dan sering ditampilkan pada acara-acara resmi seperti penyambutan pejabat atau pertemuan penting lainnya.
Songket Siak : Seni Budaya Tenun
Berabad-abad yang lalu, Wan Siti Binti Wan Karim melakukan perjalanan dari Kerajaan Terengganu Malaysia dan memperkenalkan Kerajaan Siak pada kain tenun khas mereka. Kain ini khusus diperuntukkan bagi kalangan elite Keraton Siak, termasuk para sultan, pembesar, dan kerabat mereka.
Mengenakan motif songket yang rumit dan kain tenun yang halus merupakan simbol kekayaan dan status. Makna historis songket tidak dapat disangkal, karena merupakan warisan agung yang meningkatkan martabat pemakainya. Warna dan motif tenun songket juga menjadi cerminan status sosial seseorang.
Warisan Budaya Kerajaan Islam : Kuliner Makanan Nasi Ndoreng
Nasi ndoreng atau dikenal juga dengan nama Segan ndoreng merupakan makanan tradisional populer yang turun temurun sejak Kerajaan Demak Bintoro. Meski mirip dengan pecel, masakan ini dimasak dan disajikan cukup berbeda.
Hidangan nasi yang sehat disertai dengan berbagai sayuran termasuk petai cina, kembang turi, jenthut (jantung pisang), pucuk daun, buah lamtoro muda, daun singkong muda, dan glandir (daun ubi jalar). Hidangan tersebut kemudian disiram dengan saus kacang yang kaya yang telah dimasak di atas tungku kayu dan api. Terakhir diberi taburan serundeng.
Untuk penyajiannya, nasi ndoreng dibungkus dengan pincukan, dibentuk menjadi mangkuk dengan menggunakan daun pisang atau daun jati. Profil rasa khas hidangan ini merupakan perpaduan harmonis antara gurih, asin, pedas, dan manis.
Di atas adalah tujuh warisan budaya yang berasal dari dunia Islam di Indonesia. Kami sangat berharap informasi yang kami sajikan bermanfaat bagi para pecinta wisata halal dari Raykha Tour.